FGD PERAGI, Kepala BSIP Hortikultura sampaikan “Sektor Pertanian sebagai Victim Perubahan Iklim”
Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) seri 1 dengan tema “Strategi Peningkatan Produksi Padi dan Mitigasi serta Adaptasi Menghadapi Dampak Anomali Iklim” bertempat di Gedung Display BSIP Perkebunan, Kamis (06/07).
Acara dibuka oleh Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI), Prof. Dr. Ir. Andi Muhammad Syakir, dalam sambutannya M. Syakir mengatakan jika Indonesia perlu menyiapkan strategi mitigasi dan adaptasi sektor pertanian di tengah anomali iklim agar upaya pemerintah meningkatkan produksi pertanian tidak mengalami kendala.
Selain itu menurut Syakir, semua pihak harus merespon pernyataan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang memperkirakan pada Agustus 2023 Indonesia akan mengalami puncak anomali iklim lebih kering atau puncak El Nino hingga menjelang akhir 2023. BMKG juga menyatakan sebagian besar wilayah Indonesia telah mengakhiri iklim yang cenderung basah atau La Nina pada akhir Juni 2023.
Pada masa El Nino Indonesia akan memasuki musim kemarau yang lebih kering dan lebih panjang dari biasanya pada daerah tertentu karena berkurangnya intensitas dan jumlah hari hujan. Intensitas anomali iklim yang lebih kering di setiap daerah berbeda-beda levelnya sehingga dampaknya dapat berbeda-beda di setiap daerah.
BMKG juga memperkirakan El Nino tahun ini levelnya lemah hingga sedang. Dengan demikian, diperlukan aksi mitigasi dan adaptasi secara kompherensif di setiap sektor, termasuk pertanian.
Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) memprediksi anomali iklim yang lebih kering akan berdampak pada produksi tanaman pangan padi pada khususnya dan produksi pertanian pada umumnya. Sejauh mana daya tahan sektor pertanian menghadapi anomali iklim untuk tetap dapat mencukupi kebutuhan pangan rakyat Indonesia masih menjadi pertanyaan banyak pihak. Demikian pula langkah mitigasi dan adaptasi di sektor pertanian pada berbagai level seperti pemerintah pusat, provinsi, kabupaten hingga pelaku di lapangan harus dilakukan.
“Dengan mitigasi dan adaptasi yang tepat, pemerintah paling tidak harus mampu mempertahankan produksi nasional karena jumlah penduduk terus meningkat,” kata Syakir.
Kepala BMKG, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D mengungkapkan, secara sederhana El Nino dapat dijelaskan sebagai fenomena alami yang terjadi ketika suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur menjadi lebih hangat dari biasanya. Perubahan tersebut menyebabkan perubahan pola cuaca global yang dapat berdampak signifikan pada iklim di berbagai wilayah di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Selama periode El Nino, terjadi perubahan aliran angin dan distribusi suhu di atmosfer. Dampaknya dapat meluas ke seluruh dunia dan mempengaruhi cuaca dan iklim di berbagai daerah. El Nino adalah fenomena alam yang dapat memiliki dampak signifikan terhadap sektor pertanian. Pada sektor pertanian, El Nino dapat mengganggu pola cuaca yang berdampak pada produksi pertanian dan kesejahteraan petani.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Hortikultura yang merupakan Pakar Sumberdaya Lahan dari PERAGI, Husnain, MP, M.Sc, Ph.D mengatakan, sektor pertanian memang rentan terkena dampak El Nino seperti kekeringan, gangguan musim tanam, ledakan hama dan penyakit tertentu, penurunan kuantitas dan kualitas panen yang dapat bermuara pada ketidakstabilan pasokan dan harga produk pertanian sehingga diperlukan langkah cerdas untuk mitigasi agar dampak buruk tersebut dapat dihindari.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah pemantauan pola cuaca secara spasial, konservasi tanah dan air, diversifikasi tanaman, dan manajemen penyakit dan hama, serta pemanfaatan teknologi dan informasi. Selain itu yang lebih penting adalah dukungan pemerintah dan lembaga terkait kepada petani,” ujar Husnain.
Sedangkan Ketua Peragi II, Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr mengungkapkan beragam fakta dan masukan yang diberikan narasumber menjadi bahan penting untuk pemerintah melakukan mitigasi dan adaptasi secara menyeluruh.
Dedi bahkan mengerahkan para penyuluh untuk siap sedia bersama petani melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap anomali iklim tahun ini.
Hadir juga pada acara FGD seri 1 tersebut para narasumber seperti Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, S.T, M.T; Pengajar Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, Prof. Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS; Direktur Serealia Kementerian Pertanian, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Ir. Jarot Widyoko, Sp-1; dan Ketua Umum KTNA, Ir. H.M. Yadi Sofyan Noor, SH. Sementara untuk pembahas adalah Pakar PERAGI yang juga jurnalis, Ir Ninuk Mardiana Pambudy dan IRRI Liaison Scientist, Prof Hasil Sembiring.